Sunday, March 18, 2007

Uang dan Pemerkosaan




Samuel Mulia di Kompas Minggu, 18 Maret 2007, menceritakan pengalamannya yang tidak mengasyikkan saat diperkosa: oleh klien dan pengiklan. Untungnya dia sadar dia diperkosa. Paling tidak dia tahu bahwa dia berada dalam “satu keadaan yang tidak seharusnya terjadi”. Di sekeliling kita banyak yang tidak sadar dirinya diperkosa; bahkan menawarkan untuk diperkosa!

Keluhan Samuel Mulia adalah fenomena relasi kekuasaan, yang dalam tiap masyarakat jelas ada. Perspektif fungsional khas Amerika menyatakan bahwa relasi kekuasaan dalam stratifikasi sosial seperti itu memberi kontribusi keuntungan bagi semua kelas dalam masyarakat. Sebaliknya, perspektif konflik ala Marxis menegaskan bahwa yang mendapat privilese dari tatanan yang seperti itu adalah kelas-kelas tertentu saja.

Salah satu elemen penting dalam relasi kekuasaan sejak zaman modern hingga pascamodern atau latemodern ini adalah uang. Uang selalu dapat berperan sebagai pembicara yang mampu menyampaikan keinginannya secara asertif, bahkan agresif. It doesn’t take ”no” for an answer. Uang tidak menginginkan keengganan sebagai respons. Kepatuhan total selalu harus menjadi jawaban atas tuntutan yang diajukan uang.

Seorang penentu kebijakan mesti mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada uang dan penghasilnya. Penyelesaian perkara di pengadilan wajib berjalan sesuai dengan skenario uang. Bagaimana televisi, radio, majalah, dan koran memuat berita harus sesuai dengan kepentingan uang. Siapa yang salah dalam kasus pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas serta bagaimana penyelesaiannya pun ditentukan uang. Bahkan, lokasi pemakaman Anda pun pun tak lepas dari kuasa uang.

We experience in the nature of money itself something of the essence of prostitution. The indifference as to its use, the lack of attachment to any individual because it is unrelated to any of them, the objectivity inherent in money as a means which excludes any emotional relationship—all this produces an ominous analogy between money and prostitution (The Philosophy of Money. Georg Simmel, diterjemahkan oleh T. Bottomore dan D. Frisby, 1990).

Jika menelaah lebih jauh “keluhan” Georg Simmel di atas, kita dapat melihat satu esensi uang yang sangat dingin, impersonal, dan penuntut. Sama seperti pelacuran, tidak ada rasa dan emosi yang terlibat; bahkan tak ada simpati dan empati yang terkandung di dalamnya.

Menurut Simmel, seorang sosiolog Jerman, kehadiran uang dalam interaksi sosial dalam masyarakat, yang sebelumnya berwujud barter, memungkinkan segala pengukuran terjadi secara akurat dan obyektif. Kalkulasi rasional pun hadir dalam kehidupan manusia karena uang. Rasionalisasi itu merupakan syarat utama dalam kehidupan modern.

Akan tetapi, sebagai dampaknya, segala interaksi manusia menjadi kering dan impersonal karena kehadiran uang. Rasionalitas ala uang mengikis karakter humanistik interaksi sosial. Seperti dalam pelacuran. Emosi, penilaian, dan kognisi seorang jurnalis, misalnya, yang merupakan elemen penting seorang jurnalis sebagai manusia, kerap disisihkan uang. Rasionalitas efisiensi dan efektivitas yang berorientasi pada uang sebagai seorang CEO kelompok usaha media raksasa pun bisa meminggirkan kemanusiaan. Pun begitu dampak uang pada proses pendidikan yang berorientasi pada dan menjadi unit pendukung industri pencetak uang.

Kalkulabilitas dan impersonalitas uang, sayangnya, begitu berkuasa dalam masyarakat modern dan pascamodern sehingga semua daya hidup kemanusiaan diarahkan ke sana. Dalam satu derap besar roda kapitalisme global, kehidupan berorientasi pada uang. Cuma ada satu logika: uang.

Pembentukan kelompok-kelompok sosial yang dulu bersifat sukarela berdasarkan banyak alasan primordial, misalnya, kini dikendalikan oleh uang. Stratifikasi sosial pun berada di bawah kendali uang. Jika ada stratifikasi berdasarkan elemen sosial lain, yang memiliki hierarki paling tinggi tetap yang memiliki banyak uang. Anda boleh pintar, berdarah biru, religius, atau berkelakuan semulia santo, tapi jika tak memiliki uang, semua atribut sosial yang Anda kenakan bagaikan pakaian simbolis yang hanya membuat gerah.

Kembali ke Samuel Mulia. Apakah dia diperkosa? Pada awalnya iya. Tapi, ia lalu mengakui bahwa pada pemerkosaan berikutnya atas kemanusiaan dan otonominya sebagai manusia, ia sendiri yang mengundang para pemerkosa untuk melakukan perkosaan. Mmmm?

Well, paling tidak Samuel Mulia ”diberkati” karena mau dan mampu melihat pemerkosaan pada dirinya. Lihat di sekeliling Anda: jutaan orang di republik ini memohon-mohon pada uang untuk diperkosa!

Mmmm....



Palmerah, Senin, 19 Maret 2007
Pukul 02.05 Pagi
Ketika sedang ”diperkosa” di kantor