Sunday, January 7, 2007

Identitas dan Komunikasi Antarbudaya

1. Sebuah Pendekatan Dialektikal untuk Memahami Identitas
Terdapat tiga perspektif kontemporer utama pada identitas:
A. Perspektif sosial psikologis
§ Menekankan bahwa identitas tersebut dibentuk sebagian oleh diri dan sebagian lagi dalam hubungannya dengan anggota kelompok. Berdasarkan perspektif ini, diri terdiri dari berbagai banyak identitas dan pengetahuan tentang identitas ini terikat pada budaya. Karena itulah, bagaimana kita memahami diri sangat bergantung pada latar belakang budaya.
§ Perspektif lintas budaya. Budaya Amerika selalu menekankan pada generasi mudanya untuk mengembangkan rasa yang kuat akan identitas, untuk mengetahui siapa diri mereka, menjadi mandiri dan bergantung pada diri sendiri. Hal ini mencerminkan sebuah penekanan pada nilai budaya individualisme. Akan tetapi, hal ini tentu saja tidak terjadi di negara lain. Psikolog lintas budaya Alan Roland (1988) telah mengidentifikasikan tiga aspek universal dari identitas yang ada di dalam semua individu: (1) identitas individu, rasa independen ‘aku’ yang berbeda dengan yang lain; (2) identitas keluarga, hadir dalam budaya kolektif, menekankan pada pentingnya kedekatan dan ketergantungan emosional satu sama lain; (3) identitas spiritual, kenyataan spiritual dalam diri manusia

B. Perspektif Komunikasi
§ Dibangun di atas gagasan-gagasan tentang pembentukan identitas yang telah disinggung sebelumnya, tetapi dalam pengertian yang lebih dinamis. Perspektif ini menekankan bahwa identitas dinegosiasikan, dibentuk, dikuatkan, dan ditantang melalui komunikasi dengan orang lain; mereka muncul ketika pesan-pesan dikomunikasikan (Hecht, Collier, & Ribeau, 1993). Mempresentasikan pemikiran kita bukanlah proses yang sederhana. Apakah seseorang melihat diri kita seperti adanya? Mungkin tidak. Untuk itulah untuk memahami bagaimana gambaran ini saling berhubungan, dibutuhkan konsep avowal dan ascription.
§ avowal: proses di mana individu menggambarkan diri.
ascription: proses di mana orang lain memberikan atribut pada identitas individual.
§ Inti dari perspektif komunikasi adalah pemikiran bahwa identitas diekspresikan secara komunikatif dalam simbol inti, label, dan norma. Simbol inti merupakan kepercayaan mendasar dan konsep utama yang membedakan identitas tertentu. Label adalah sebuah kategori simbol inti. Label merupakan istilah yang digunakan untuk mengacu pada aspek tertentu dari identitas milik kita dan orang lain. Norma adalah beberapa nilai-nilai dari tingkah laku yang berhubungan/berkaitan dengan identitas tertentu.

C. Perspektif Kritis
§ Melihat identitas secara lebih dinamis, sebagai akibat dari konteks yang cukup jauh dari individu.
§ Pembentukan identitas kontekstual: pembentukan identitas dengan melihat konteks sejarah, ekonomi, politik, dan wacana.
§ Resisting ascribed identities: ketika seseorang dihadapkan pada berbagai wacana mengenai identitas, ia itu ditarik ke dalam dorongan sosial yang memunculkan wacana tersebut. Seseorang mungkin akan menolak posisi (identitas) yang mereka berikan dan mencoba mengambil identitas lain.
§ Sifat dinamis identitas: dorongan sosial yang membangkitkan identitas-identitas tersebut tidak pernah stabil dan selalu berubah.

2. Identitas Sosial dan Budaya
§ Identitas gender: ditentukan bukan oleh jenis kelamin sebagai pria dan perempuan secara biologis, tetapi lebih pada peran sebagai pria dan perempuan dalam lingkungan sosial masyarakat.
§ Identitas umur: seseorang dituntut oleh budaya mereka untuk bersikap dan berpenampilan sesuai dengan umurnya.
§ Identitas rasial: identitas ini berbeda dengan identitas etnis. Identitas rasial lebih didasarkan kepada perluasan karakteristik fisik. Identitas ini juga dikonstruksi di dalam konteks sosial. Sifatnya tidak menentu, kompleks dengan berbagai makna sosial.
§ Identitas etnis: sering dilihat sebagai serangkaian pemikiran mengenai anggota kelompok etnis seseorang. Hal ini terdiri dari berbagai dimensi: (1) identifikasi diri, (2) pengetahuan mengenai budaya etnis (tradisi, kebiasaan, nilai-nilai dan tingkah laku, (3) perasaan memiliki pada kelompok etnis tertentu.
§ Identitas religi: identitas ini berkaitan pada keyakinan yang dianut kelompok masyarakat. Sering dikaitkan dengan suatu kelompok etnis tertentu dan sering pula menimbulkan konflik antarbudaya.
§ Identitas kelas: identitas yang dilihat berdasarkan kelas ekonomi dan sosial di dalam masyarakat. Kemampuan ekonomi dapat mengangkat kelas sosial seorang individu di dalam masyarakat. Identitas ini memainkan peranan yang sangat penting dalam membentuk persepsi dan pemahaman kita akan budaya.
§ Identitas nasional: identitas ini dilihat dari kewarganegaraan seseorang.
§ Identitas regional: identitas yang dilihat dari wilayah suatu negara yang ditempati.
§ Identitas pribadi: identitas pribadi seorang individu. Identitas ini sangat penting karena memegang peranan penting berhasil atau tidaknya sebuah interaksi atau komunikasi.

3. Identitas, Stereotipe, dan Prasangka
§ Karakteristik identitas yang telah dibahas sebelumnya sering membentuk dasar stereotipe, prasangka, dan rasialisme. Kita menggunakan stereotipe untuk mengkategorikan dan menggeneralisasikan informasi-informasi yang kita terima. Stereotipe dapat menjadi hal positif ataupun negatif.
§ Prasangka; merupakan sikap negatif pada kelompok budaya yang didasarkan kurangnya pengetahuan ataupun pengalaman mengenai kelompok budaya tersebut. Apabila stereotipe menggambarkan pada kita seperti apa kelompok budaya tersebut, maka prasangka menggambarkan bagaimana perasaan kita seharusnya mengenai kelompok tersebut (Newberg, 1994).
§ Mengapa masyarakat memiliki prasangka? Richard Brislin (1999) mengidentifikasikannya dalam empat fungsi:
a. The utilitarian function: orang memiliki prasangka tertentu karena prasangka itu dapat membawanya pada imbalan tertentu.
b. The ego-defensive function: seseorang memiliki prasangka karena dia tidak ingin mempercayai hal-hal yang tidak menyenangkan mengenai dirinya sendiri.
c. The value-expressive function: orang memiliki prasangka tertentu karena prasangka tersebut memperkokoh aspek-aspek yang amat dihargai dalam kehidupan.
d. The knowledge function: seseorang memiliki prasangka karena itu membuat mereka bisa mengatur dan mengonstruksi dunia mereka dalam cara yang masuk akal untuk mereka sendiri.
§ Diskriminasi merupakan sikap yang dihasilkan dari stereotipe dan prasangka

4. Masalah-Masalah Perkembangan Identitas
§ Perkembangan Identitas Minoritas
Psikolog sosial mengidentifikasikan empat tahap dalam perkembangan identitas minoritas (Ponterotto & Pedersen, 1993).
a. Unexamined identity: tahap ini ditandai oleh kurangnya etnis yang dieksplorasi. Dalam tingkat ini, pemikiran mengenai identitas dapat datang dari orangtua ataupun teman.
b. Comformity: tahap ini ditandai oleh internalisasi nilai dan norma dari kelompok dominan dan keinginan yang kuat untuk berasimilasi ke dalam budaya yang dominan.
c. Resistance and separatism: berbagai macam peristiwa dapat memicu gerakan dari tahap tiga ini, termasuk diskriminasi atau hinaan terhadap seseorang.
d. Integration: menurut model ini, pengeluaran ideal dari proses perkembangan identitas adalah diraihnya sebuah identitas. Individu yang telah mencapai tahap ini memiliki sebuah rasa yang amat kuat terhadap kelompok identitas mereka (baik itu gender, ras, etnis, orientasi seksual, dan lain sebagainya) dan penghargaan pada kelompok budaya lainnya.

§ Perkembangan Identitas Mayoritas
Rita Hardiman (1994) mempresentasikan suatu model perkembangan identitas mayoritas untuk anggota kelompok dominan. Ia menguraikannya dalam lima tahap sebagai berikut:
a. Unexamined Identity: tahap pertama ini hampir sama dengan tahap pertama pada perkembangan identitas minoritas. Hanya, dalam hal ini individu harus waspada pada beberapa perbedaan fisik dan budaya. Tetapi, kewaspadaan tersebut tidak harus sampai pada tahap di mana seorang individu takut pada kelompok rasial lain atau merasa ada superioritas.
b. Acceptance: tahap kedua ini merepresentasikan internasionalisasi, sadar ataupun tidak sadar, dari sebuah ideologi rasial. Intinya adalah bahwa individu tidak waspada bahwa mereka telah diprogram untuk menerima satu pandangan yang telah mengglobal.
c. Resistance: tahap ini mempresentasikan sebuah pergantian paradigma besar.
d. Redefinition: dalam tahap ini, masyarakat mulai kembali fokus atau mengatur energi mereka pada pendefinisian ulang, yaitu menegaskan kembali makna kulit putih di dalam terminologi yang bebas rasialisme.
e. Integration: sebagai tahap akhir dari perkembangan identitas minoritas, individu kelompok mayoritas saat ini telah dapat menyatukan identitas ras mereka ke dalam semua rupa identitas mereka. Mereka tidak hanya menyadari identitas mereka sebagai sebuah ras, tetapi juga menghargai kelompok budaya lain.

§ Karakteristik Identitas Kulit Putih
Ruth Frankenburg (1993) mengatakan bahwa ‘whiteness’ dapat didefinisikan tidak hanya pada terminologi ras atau etnisitas tetapi juga serangkaian dimensi yang saling berhubungan, antara lain:
o Hak Istimewa sebuah ras yang dominan.
o Keyakinan di mana orang-orang kulit putih melihat diri mereka sendiri, kelompok lain, dan masyarakat.
o Serangkaian praktik budaya--terkadang tidak terlihat dan tak bernama.

§ Masyarakat Multirasial dan Multikultural
o Masyarakat multikultural adalah mereka yang besar dan tumbuh di dalam dua budaya atau lebih.
o Masyarakat multirasial adalah mereka yang dilahirkan dari dua ras yang berbeda.

5. Identitas dan Bahasa
§ Label-label yang mengacu pada identitas tertentu merupakan bagian penting dari komunikasi antarbudaya. Label-label ini tidak ada di luar makna relasional mereka. Adalah hubungan itu--bukan hanya interpersonal tetapi juga sosial--yang membantu kita memahami pentingnya sebuah label.

6. Identitas dan Komunikasi
Identitas telah memberikan pengaruh yang amat besar dalam proses komunikasi.
§ Dinamika individu-budaya. Dapat digunakan untuk meneliti masalah yang muncul ketika bertemu dengan seseorang yang identitasnya tidak kita ketahui. Dalam interaksi komunikasi antarbudaya, identitas yang salah kerap jadi lebih buruk dan dapat menciptakan masalah komunikasi. Seringkali kita berasumsi bahwa pengetahuan mengenai identitas orang lain didasarkan pada keanggotaannya pada kelompok budayanya. Namun, hal itu jelas mengesampingkan aspek individual dari seseorang tersebut. Perspektif dialektikal dapat membantu kita mengenali dan menyeimbangkan aspek individual dan budaya dari identitas orang lain.
§ Dialektika statis-dinamis. Setiap harinya kita dihujani informasi dari berbagai belahan dunia mengenai tempat atau orang lain. Informasi yang berlimpah dan kontak antarbudaya telah meningkatkan pentingnya perkembangan sebuah pandangan kompleks mengenai identitas lebih banyak lagi.
§ Dialektika personal-kontekstual. Walaupun beberapa dimensi dari identitas kita adalah hal yang pribadi dan tetap konsisten, kita tidak dapat melewati hambatan kontekstual dari identitas kita.
(Martin, Judith N. dan Thomas K. Nakayama. Intercultural Communication in Contexts. Boston: McGraw-Hill, 2004)

No comments: