Sunday, January 7, 2007

INVENTING THE COSMO GIRL

(Lanjutan "Konsumsi Media dan Persepsi Realitas Sosial: Efek dan Proses yang Melatarbelakangi")

Bagaimana Cosmo Girl dibentuk? Apa yang melatarbelakangi kehadiran majalah ini? Bagaimana Cosmo Girl mempengaruhi pembacanya? Informasi di bawah ini dapat menunjukkan bagaimana konsumsi media dapat membentuk persepsi tentang realitas sosial.



Fiske menyatakan bahwa discourse adalah satu sistem representasi yang berkembang secara sosial dalam rangka melahirkan dan menyebarkan makna-makna tentang satu area topik yang penting. Discourse bersifat ideologis karena makna-maknanya melayani kepentingan bagian masyarakat di mana discourse tersebut berasal dan berfungsi secara ideologis untuk menaturalisasi makna-makna tersebut ke dalam common sense, tapi discourse ini tidak bersifat konspiratif atau dilahirkan oleh seorang penulis atau pembicara saja.

Helen Gurley Brown (lihat informasi lengkapnya di sini) adalah mantan sekretaris yang menjadi pemimpin redaksi Cosmopolitan, yang kemudian melahirkan Cosmo Girl. Brown menekankan satu Impian Amerika ala gadis yang menjanjikan transendensi dari peran kelas dan peran seksual.

Melalui Cosmo Girl, majalah pertama yang berpembaca sasaran perempuan lajang yang bekerja, Brown mengubah banyak hal yang berkaitan dengan pandangan dan kehidupan perempuan lajang.

Kredo Brown mensyaratkan pemahaman bahwa identitas merupakan satu hal yang selalu dapat digarap ulang, ditingkatkan, bahkan diubah secara dramatis. Kecantikan bukanlah satu hal yang diperlukan; begitu juga pendidikan tinggi.

Brown menyarankan berbagai saran bagi para perempuan untuk menampilkan ilusi kecantikan, kepalsuan yang cantik, dan menjadi perempuan yang memiliki daya tarik di hadapan para pria. Saat daya tarik itu sudah mereka miliki, para perempuan itu dapat menggunakannya untuk mengambil manfaat-manfaat dari pria (traktiran makan malam, hadiah-hadiah, bahkan ongkos masuk ke taman hiburan). Bahkan menurut Brown, imbalan seks menjadi satu hal yang wajar.

Bukan hanya kepalsuan cantik lahiriah yang disarankan untuk dimiliki, melainkan peniruan total terhadap para model dan perempuan-perempuan kaya serta apa pun yang mereka miliki yang merupakan penanda kultural kelas perempuan-perempuan kaya tersebut: makanan Eropa, seni, bahasa asing, dan buku-buku yang bagus. Strategi performatif ini berakar pada konsep ”modal budaya” Pierre Bourdieu (cari tahu siapa Bourdieu di sini), yang berarti sumber daya simbolis yang menandai dan memperkuat dominasi kelas dalam demokrasi kapitalis.

Setiap gadis dapat memiliki aura yang menarik dan penuh gaya dengan meniru para model busana dan wanita kaya. Pengeluaran untuk pakaian, kosmetika, dan aksesori dianggap sebagai investasi yang sangat penting. Prinsip dasarnya: tidak ada gadis miskin yang seksi.

Upaya para wanita menggunakan segala aura kepalsuan yang cantik itu bermuara pada kesempatan mendapatkan pria kaya yang berkelas. Seorang pria kelas pekerja yang berpenampilan fisik baik pun tetap tidak pantas dipilih karena yang paling penting adalah mendapatkan pria yang bisa membawanya ”naik kelas”.

Helen Gurley Brown (soal Brown juga bisa dilihat di sini) dengan begitu telah menumbuhkan satu wacana baru yang berkaitan dengan identitas, kelas, dan mekanisme kapitalisme. Identitas bukanlah sesuatu yang alamiah dan beku, melainkan cair dan dapat diubah total, bahkan dirombak. Begitu juga dengan kelas sosial. Kita dapat pindah kelas sosial dengan memperluas aura modal budaya kepada massa perempuan. Saratnya anjuran Brown pada para pembaca sasaran untuk bekerja dengan keras dan bersikap amat konsumtif berkaitan dengan fakta bahwa pada tahun pertama penerbitannya, penjualan iklan Cosmo Girl mencapai angka 43 persen dengan oplah sebanyak 100.000.

Wilayah negosiasi identitas yang ditawarkan Brown menjadi wilayah yang nyaman bagi para produsen barang-barang konsumtif. Kebutuhan akan modal budaya pada para perempuan itu--berdasarkan anjuran Brown--menjadi faktor pemicu utama meningkatnya penjualan consumer goods, barang-barang konsumtif. Motif ekonomi terlihat jelas dalam wacana rekonstruksi identitas yang dilakukan Brown ini.
***

No comments: